PSIKOLOGI
KOMUNIKASI PADA LANSIA
CHILYATI QURROTU A’YUN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
D III AKUPUNKTUR
2011
A.
Latar Belakang
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis
yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Untuk
memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak
terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan
mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering
kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan
pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk
mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 :
188)
Komunikasi
adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal
dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry,
301 ).
Komunikasi
pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam
dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang
berjudul “ komunikasi pada lansia “.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gerontik.
2. Untuk mengetahui tata cara berkomunikasi pada
lansia.
3. Dapat memberikan komunikasi terapeutik pada
lansia.
4. Dapat membantu proses keperawatan pada lansia.
BAB
II
KOMUNIKASI
PADA LANSIA
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi
merupakan suatau hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah
hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta
dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok.
(Widjaja, 1986 : 13)
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter
& Perry, 2005 : 301)
Komunikasi
yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku,
perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik.
B. Tujuan dan Fungsi Komunikasi
a. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberaapa
tujuan, antara lain :
1. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengerti
Sebagai komunikator kita harus menjelaskan pada
komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan
mengikuti apa yang kita maksudkan.
2. Dapat memahami orang lain
Kita sebagai komunikator harus mengerti benar
aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan, jangan mereka menginginkan
kemauannya.
3. Supaya gagasan dapat diterima orang orang lain
Kita harus berusaha agar gagasan kita dapat diterima
orang lain dengan pendekatan persuasif bukan memaksakan kehendak.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu
Menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam,
mungkin berupa kegiatan yang lebih banyak mendorang, yang penting harus diingat
adalah bagaimana yang baik untuk melakukannya.
b. Fungsi Komunikasi
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih
luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai
kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide maka
fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut :
1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan dan
pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar.
Agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas
terhadap kondisi lingkungan dan orang lain.
2. Sosialisasi dan penyediaan sumber ilmu
pengetahuan.
Agar orang bersikap dan bertindak sebagai anggota
masyarakat yang efektif mengerti akan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.
3. Motivasi.
Tujuannya yaitu mendorong orang untuk mementukan
pilihan dan keinginanya.
4. Perdebatan dan diskusi.
Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan
untuk menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik yang menyangkut
kepentingan umum.
5. Pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan
watak, serta membentuk ketrampilan dan kemandirian dalam berbagai bidang.
6. Memajukan kehidupan dan menyebarkan hasil
kebudayaan dan seni.
Mengembangan kebudayaan maksudnya yaitu
mengembangkan kebudayaan serta imajinasi dan mendorong kreatifitas dan
kebutuhan estetikanya.
C. Tahap Proses Komunikasi
Menurut Cutlip dan Center, komunikasi yang efektif
harus dilaksanakan dengan melalui 4 tahap, yaitu:
a. Fact Finding
Menyarikan dan megumpulkan fakta dan data sebelum
seseorang melakukan kegiatan komunikasi.
b. Planning
Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana
tentang apa yang akan dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya.
c. Communication
Dalam melakukan komunikasi pada lansia sebaiknya
menggunakan bahasa sehari-hari dan mudah dipahami serta dimengerti.
d. Evaluation
Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk
melihat bagaimana hasil komunikasi tersebut dan kemudian menjadi bahan
perencanaan untuk melakukan komunikasi selanjutnya.
D. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Pada Lansia
a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat
meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan
diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk
menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien
sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena
pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian
dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk
dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi
tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami
tujuan dari wawancara pengkajian.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan
mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat
yang baru dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus
dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan
kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan
kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara
kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu
wawancara.
Respon Perilaku juga harus diperhatikan, karena
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan
pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa
gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan
kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan
tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers.
Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.
b. Prinsip Gerontologis untuk Komunikasi
• Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
• Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk
mengobrol.
• Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan
baik.
• Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
• Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara
langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik.
• Berdiri di depan klien.
• Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan
sederhana
• Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
• Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial
seperti perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
• Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
• Selalu menanyakan respons, terutama ketika
mengajarkan suatu tugas atau keahlian.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter
& Perry, 2005 : 301)
Komunikasi
yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku,
perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik. Respon
Perilaku juga harus diperhatikan, karena Pengkajian perilaku merupakan dasar
yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan
perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental.
Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini
menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada
lansia.
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertaankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingka laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi denan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis
yan maknanya dipacu dan ditransmisikan.
B. Saran
1. Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara
bertahap supaya mudah dalam pemahamannya.
2. Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam
perasaannya oleh sebab itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak
menyinggung perasaannya.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal
Bedah Volume 1. Jakarta : EGC.
Keliat, Anna. 1996. Hubungan Terapeutik. Jakarta :
EGC.
Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan
Volume 1. Jakarta : EGC.
Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rineka
Cipta.
Anomin. 2004. Komunikasi Pada lansia. Diakses pada
tanggal 07 November 2008 pukul 13.30 wib. Dari www.komunikasi lansia.com
Anomin. 2006. Komunikasi Terapeutik Lansia. Diakses
pada tanggal 09 November 2008 pukul 10.30 wib. Dari www.e-psikologi.com