Study : Ilmu Gizi
Penyakit Kekurangan Gizi
KEKURANGAN
KALORI PROTEIN
I.
DEFINISI
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi
terjadi pada anak yang kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau
asupan kalori dan protein kurang dalam waktu yang cukup lama (Ngastiyah, 1997).
Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit
gangguan gizi yang dikarenakan adanya defisiensi kalori dan protein dengan
tekanan yang bervariasi pada defisiensi protein maupun energi (Sediatoema,
1999).
II.
KLASIFIKASI
Berdasarkan
berat dan tidaknya, KKP dibagi menjadi:
KKP
ringan/sedang disebut juga sebagai gizi kurang (undernutrition) ditandai oleh
adanya hambatan pertumbuhan.
KKP berat,
meliputi:
1) Kwashiorkor
2) Marasmus
3)
Marasmik-kwashiorkor
1) Kwashiorkor
Adalah
bentuk kekurangan kalori protein yang berat, yang amat sering terjadi pada anak
kecil umur 1 dan 3 tahun (Jelliffe, 1994).
Kwashiorkor adalah suatu sindroma klinik
yang timbul sebagai suatu akibat adanya kekurangan protein yang parah dan
pemasukan kalori yang kurang dari yang dibutuhkan (Behrman dan Vaughan, 1994).
Kwashiorkor adalah penyakit gangguan
metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan perlemahan hati yang disebabkan
karena kekurangan asupan kalori dan protein dalam waktu yang lama (Ngastiyah,
1997).
2)
Marasmus
Marasmus
adalah penyakit yang timbul karena kekurangan energi (kalori) sedangkan
kebutuhan protein relatif cukup (Ngastiyah, 1997).
Marasmus
merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang ekstrem (Sediaoetama,
1999).
3) Marasmik – kwashiorkor
Marasmik – kwashiorkor merupakan
kelainan gizi yang menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. (Markum, 1996)
Marasmik – kwashiorkor merupakan
malnutrisi pada pasien yang telah mengalami kehilangan berat badan lebih dari
10%, penurunan cadangan lemak dan protein serta kemunduran fungsi fisiologi.
(Graham L. Hill, 2000).
Marasmik – kwashiorkor merupaan satu
kondisi terjadinya defisiensi, baik kalori, maupun protein. Ciri-cirinya adalah
dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan dan dehidrasi.
(http.www.yahoo.com. Search engine by keywords: malnutrisi pada anak)
III.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis KKP berbeda-beda
tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita,
modifikasi disebabkan oleh adanya defisiensi vitamin dan mineral yang
menyertainya. Pada KKP ringan yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang,
seprti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan KKP
yang berat memberi gejala yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari
dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi, kepadatan penduduk, dan sebagainya.
Gejala
klinis KKP ringan
Penyakit KKP ringan sering ditemukan
pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2
tahun,
akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari :
1.
Pertumbuhan terhenti
2.
Kenaikan
berat badan berkurang, terhenti, dan adakalanya berat menurun
3.
Ukuran
lingkaran lengan atas menurun
4.
Maturasi
tulang terlambat
5.
Rasio
berat terhadap tinggi normal atau menurun
6.
Tebal
lipat kulit normal atau mengurang
[Dalam prakteknya indeks
yang paling berguna adalah berat dan tinggi badan, lebih-lebih jika umurnya
diketahui. Pada keadaan akut, didapati rasio berat terdapat tinggi yang
menurun, sedangkan jika kekurangan ini sudah berlanjut lama, maka baik berat
maupun tunggi akan terpengaruhi, hingga rasio berat terhadap tinggi tidak atau
hanya sedikit mengalami perubahan]
7.
Anemia
ringan, diet yang mengakibatkan KKP sering-sering tidak mengandung cukup zat
besi, asam folik, dan vitamin-vitamin lain juga
8.
Aktivitas
dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat
9.
Kelainan
kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KKP ringan, akan tetapi ada kalanya
dijumpai
Pada tingkat berat kita mengenal 2
bentuk KKP yaitu Kwashiorkor dan Marasmus
1.
Kwashiorkor, dengan ciri-ciri :
a. Bengkak,terutama kaki dan tangan
b. BB kurang bila dilihat dari umurnya
c. Muka sembab
d. Rambut tipis, kulitkusam
e. BAB encer
f. Pembesaran hati
2.
Marasmus, dengan ciri-ciri :
a. Sangat kurus, tinggal tulang terbungkus
kulit
b. Wajahnya seperti orang tua
c. Kulit keriput
d. BAB encer
e. Dehidrasi
( penjaskes SMA kelas
II, 0/ Moh. Gilang → Ganeca Exact , 2007
– jakarta)
IV.
ETIOLOGI
Penyebab utama dari kwashiorkor adalah makanan yang
sangat sedikit mengandung protein (terutama protein hewani), kebiasaan memakan
makanan berpati terus-menerus, kebiasaan makan sayuran yang mengandung
karbohidrat.
Penyebab utama dari marasmus adalah karena kelaparan. Kelaparan biasanya
terjadi pada kegagalan menyusui, kelaparan karena pengobatan, kegagalan
memberikan makanan tambahan.
Penyakit KKP merupakan
penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab
timbulnya penyakit ini, antara lain
faktor diet, faktor soial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan
lain-lain
1)
Peranan diet
Menurut
konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan
menyebabkan anak menjadi penderita kwarshiorkor, sedangkan diet kurang energi
walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi
penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan
Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang lebih sama, pada
beberapa anak timbul gejala-gejal kwarshiorkor, sedangkan pada beberapa anak
yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet
bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang masih harus
diicari untuk dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut.
KKP bisa
terjadi karena kebiasaan makan
Yang dimaksud
dengan kebiasaan makan ialah tingkah
laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang
meliputi sikap percaya dan ppemilihan makanan (Khumaidi,1994:39). Faktor yang
mempengaruhi kebiasaan makan
1. Faktor
ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia)
Lingkungan alam, sosial budaya, agama, lingkungan
ekonomi
2. Faktor
intrinsik
Emosi, keadaan jasmani dan kejiwaan
Kebutuhan
untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar,
terkadang juga merupakan kebutuhan fisiologis dan psikologis yang ikut
mempengaruhi, seperti faktor sosio-budaya dan kejiwaan yang mempengaruhi pola
makan. Sebagai contoh status dan susunan makanan anggota masyarakat pria yang
lebih tua (senior) mendapatkan jumlah dan mutu susunan makan yang lebih baik
daripada anak-anak anak-anak kecil dan wanita-wanita muda atau juga contoh
lainanak-anak laki-laki mendapat proiritas yang lebih tinggi daripada anak
perempuan. Pola lingkungan pekerjaan juga berpengaruh. Seseorang yang memiliki
waktu relatif lama untuk istirahat akan lebih memiliki banyak waktu untuk
memilih makan, beda dengan pekerja yang memiliki waktu istahat terbatas, mereka
akan lebih memilih makanan cepat saji.
Dari sisi
intrinsik, hubungan antara kejiwaan dan perilaku makan, menurut Lewin (1943)
dalam Khumaidi (1994) menyimpulkan bahwa sebgian besar masyarakat bersifat
“menyukai apa yang mereka makan”
daripada “makan apa yang mereka suka”. Dalam posisi seperti ini, bisa
dikatakan seseorang yang berasal dari benua Afrika akan mencoba menyiapkan
makan seperti pada daerahnya, walaupun mereka ada dibenua Eropa
2)
Peranan faktor social
Pantangan
untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit KKP. Adakalanya pantangan tersebut didasarkan
pada keagamaan, tetapi adapula yang merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika
pantangan itu didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika
pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi
yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat diatasi.
Faktor-faktor sosil lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KKP
adalah:
a. Perceraian
yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak anak dengan
suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal
b. Para pria
dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak, sehingga dengan
pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi cukup makan pada anggota
keluarganya yang besar itu.
c. Para ibu
mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada musim panen
mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang letak sawahnya jauh dari
tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak terpaksa ditinggalkan dirumah
sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan
semestinya.
d. Para ibu yang
setelah melahirkan menerima pekerjaan
tetap sehingga harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan
demikian, bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya
jika misalnya badan-badan yang bergerak di bidang sosial menampung bayi dan
anak-anak kecil yang ditinggal bekerja seharian penuh di balai desa, mesjid,
gereja, atau tempat lain untuk dirawat dan diberi makan yang cukup dan baik.
3)
Peranan kepadatan penduduk
McLaren
(1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika
suatu daerah teralalu padat penduduknya dengan higiene yang buruk, misalnya,
dikota-kota dengan kemungkinan pertambahan penduduk yang snagat cepat,
sedangkan kwarshiorkor akan terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-desa
dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan tambahan berupa
tepung, terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak mendapat cukup ASI.
4) Peranan
infeksi
Telah
diketahui adaya interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih
ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya
mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri.
5) Peranan kemiskinan
Penyakit KKP
merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama merupakan problema bagi
golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut. Pentingnya kemiskinan
ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974 (gambar 10.2). mereka
menganggap kemiskinan merupakan dasar penyakit KKP. Tidak jarang terjadi bahwa
petani miskin harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehar-hari, lalu ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya, atau
ia meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan penghasilan
yang tetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula
dengan timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal
seperti telah diutarakan tadi, timbulnya gejala KKP lebih dipercepat.
PENGHASILAN RENDAH MASUKKAN
MAKANAN ANAK-ANAK
LEBIH MUDAH MENDERITA
TIDAK CUKUP UNNTUK TIDAK
CUKUP PENYAKIT
MEMENUHI KEBUTUHAN
KEPERLUAN
MAKANAN ANAK-ANAK
SAKIT
BAGI
ANAK BERTAMBAH
KEPERLUAN
BAHAN MAKANAN
BERTAMBAH
BAGI WANITA
YANG
SEDANG MENGANDUNG
DAN
MENYUSUI
SEBAGAI KOPENSASI IBU LEBIH ANAK-ANAK
MENINGGAL
SERING
MENGANDUNG
PENGHASIALAN MENURUN KASITAS
KERJA BILA DEWASA
BERKURANG
V.
DAMPAK
JANGKA PANJANG KKP
Mortalitas
KKP-berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyidikan yang dilakukan pada
tahun 1955/1956 (Poey , 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35%
diantara mereka meninggal dalam perawatan minggu pertama, dan 20% sesusahnya.
Mortalitas yang tinggi didapati pula pada penderita penyakit KKP
dinegara-negara lain. Pada umumnya penderita KKP-berat menderita pula penyakit
infeksi seperti tuberjulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya.
Pada penderita penyakit KKP-berat,tak jarang pula ditemukan tanda-tanda
penyakit defisiensi zat gizi lain, misalnya xeroftalmia, stomatitis angularis,
dan lain-lain. Maka dapat di mengerti mengapa angka kematian pada penderita
KKp-berat demikian tingginya, karena dengan adanya infeksi keadaan gizi akan
semakin memburuk sehingga daya tahan tubuh akan menurun dan perjalanan penyakit
semakin berat. Yang harus di pikirkan adalah apa yang terjadi pada penderita
KKP yang telah sembuh. Seperti yang sudah di kemukakan, penderita KKp ringan
dan sedng jauh lebih banyak jumlahnya dan merupakan masalah yang jauh lebih
jauh serius jika di tinjau dari segi kesehatan masyarakat. Dampak jangka
panjang pada penderita KKP- ringan dan sedang ini hingga dapat mengurangi
potensi, terutama kecerdasan mereka,dampak jangka panjang penyakit KKP yang di
derita pada umjur muda mempengaruhi sistem saraf pusat, terutama kecerdasan
mereka. Faktor yang tidak kalah pentingnya ada tidaknya perubahan-perubahan
organ yang permanen seperti organ jantung, pankreas, hati, dan sebagainya yang
dapat memperpendek umurnya. Faktorlain adalah dampak terdapat tinggi badan
akhir bekas penderita penyakit KKP.
Dampak Penyakit KKP Terhadap Perkembangan Mental
Penyakit
dalam bidang pertumbuhan dan fungsi otak pada penderita yang sembuh dari penyakit
KKP banyak di lakukan. Winick dan Rosso (1975) berpendapat bahwa KKP yang
diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangti sintesis protein
DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walau pun
besarnya otak itu normal. Jika KKP terjadi setelah masa divisi sel otak
berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel
yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Perubahan yang disebut
belakangan ini dapat hilang kembali (reversible) dengan perbaikan diet.
Pada tahun
1975 karyawati melaporkan hasil studinya terhadap 90 anak yang pernah menderita
penyakit KKP. Studi lanjutan yang dilakukan 5 tahun kemudian menunjukkan
defisit pada IQ mereka. Pemeriksaan ulang setelah 10 tahun memberi hasil demikian,
bahwa nilai IQ anak-anak yang pernah menderita KKP pada umur muda lebih rendah
secara bermakna. Pemeriksaan EEG juga telah dilakukan dengan hasil: pada
pemeriksaan setelah 5 tahun terdapat 30% anak dengan EEG abnormal, dan setelah
diulang 5 tahun kemudian naik menjadi 65%. Dari studi tersebut ia mengambil
kesimpulan bahwa KKP dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan tak.
Memang faktor-faktor lain seperti kebudayaan dan keturunan ikut berperan dalam
menentukan kecerdasan seseorang. Disamping faktor umur, penting pula diketahui
derajat berat dan lamanya si anak menderita KKP.
VI.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit
KKP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak dibawah
umur 5 tahun dan kebanyakan dinegara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan
hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1999),
memperkirakan bahwa 30 % atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi
kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi
buruk. Berdasarkan “Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru UPGK 1982/1983”
menunjukkan bahwa prevalensi penderita KKP di Indonesia belum menurun. Hasil
pengukuran secara antropometri pada anak-anak balita dari 642 desa menunjukkan
angka-angka sebagai berikut : diantara 119.463 anak balita yang diukur,
terdapat status gizi baik 57,1% ; gizi kurang 35,9%
; dan gizi buruk 5,9%.
Tingginya
prevalensi penyakit KKP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran.
Menurun Morley (1968) dalam studinya di Nigeria, insidensi kwashiorkor meninggi
pada keluarga dengan 7 anak atau lebih. Studi lapangan yang dilakukan oleh
Gopalan (1964) pada 1400 anak prasekolah menunjukkan bahwa 32% diantara
anak-anak yang dilahirkan sebagai anak keempat dan berikutnya memperlihatkan
tanda-tanda KKP yang jelas, sedangkan anak-anak yang dilahirkan terlebih dahulu
hanya 17% memperlihatkan gejala KKP. Gopalan berkesimpulan bahwa 62% dari semua
kasus kekurangan gizi pada anak prasekolah terdapat pada anak-anak keempat dan berikutnya.
Mortalitas
KKP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan pada
tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35%
diantara mereka meninggal dalam perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya.
Menurut
WHO, 150 juga anak berumur di bawah 5 tahun menderita KKP dan 49% dari 10,4
juga anak berumur di bawah 5 tahun meninggal karena KKP yang kebanyakan terjadi
di negara-negara yang sedang berkembang.
TABEL KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN PER KG BERAT
BADAN PER HARI MENURUT KELOMPOK UMUR, JENIS KELAMIN , DAN TINGKAT KEGIATAN
ORANG DEWASA
NO
|
Kelompok umur (tahun)
|
Energi (kal/kg BB)
|
|
Protein (g/kg BB)
|
|
Protein-energi persen
|
|
|
|
L
|
P
|
L
|
P
|
L
|
P
|
1
|
0
|
112
|
1.92
|
6.9
|
|||
2
|
1-3
|
101
|
1.44
|
5.7
|
|||
3
|
4-6
|
91
|
1.16
|
5.1
|
|||
4
|
7-9
|
78
|
0.89
|
4.6
|
|||
5
|
10-12
|
71
|
62
|
0.81
|
0.76
|
4.6
|
4.9
|
6
|
13-15
|
57
|
50
|
0.72
|
0.62
|
5.1
|
5.0
|
7
|
16-19
|
49
|
43
|
0.60
|
0.55
|
4.9
|
5.2
|
8
|
20-39
|
|
|
|
|
|
|
|
Basal
|
28
|
24
|
0.57
|
0.52
|
8.1
|
8.7
|
|
Kerja ringan
|
41
|
36
|
0.57
|
0.52
|
5.6
|
5.8
|
|
Kerja sedang
|
46
|
40
|
0.57
|
0.52
|
5.0
|
5.3
|
|
Kerja berat
|
54
|
47
|
0.57
|
0.52
|
4.3
|
4.4
|
|
Kerja berat sekali
|
62
|
54
|
0.57
|
0.52
|
3.7
|
3.9
|
9
|
40-49
|
44
|
38
|
0.57
|
0.52
|
5.2
|
5.5
|
10
|
50-59
|
42
|
36
|
0.57
|
0.52
|
5.5
|
5.7
|
11
|
60-69
|
47
|
32
|
0.57
|
0.52
|
6.2
|
6.5
|
12
|
70+
|
32
|
28
|
0.57
|
0.52
|
7.0
|
7.4
|
Tabel
berat badan sehat menurut tinggi badan untuk bayi dan usia pra sekolah (sampai
5 tahun)
Tinggi
badan (cm)
|
Berat
sehat
|
||
gemuk
|
Ideal
|
kurus
|
|
50
|
3.4
|
3.0
|
2.7
|
52
|
3.8
|
3.4
|
3.0
|
53
|
4.0
|
3.6
|
3.2
|
54
|
4.3
|
3.8
|
3.4
|
55
|
4.6
|
4.1
|
3.6
|
56
|
4.8
|
4.3
|
3.8
|
57
|
5.0
|
4.5
|
3.9
|
58
|
5.2
|
4.7
|
4.2
|
59
|
5.5
|
4.9
|
4.4
|
60
|
5.7
|
5.1
|
4.6
|
61
|
6.0
|
5.4
|
4.8
|
62
|
6.3
|
5.7
|
5.0
|
63
|
6.6
|
5.9
|
5.3
|
64
|
6.9
|
6.2
|
5.5
|
65
|
7.2
|
6.5
|
5.8
|
66
|
7.5
|
6.8
|
6.0
|
67
|
7.8
|
7.0
|
6.2
|
68
|
8.1
|
7.3
|
6.5
|
69
|
8.4
|
7.6
|
6.7
|
70
|
8.7
|
7.8
|
7.0
|
71
|
9.0
|
8.1
|
7.2
|
72
|
9.2
|
8.3
|
7.4
|
73
|
9.5
|
8.5
|
7.6
|
74
|
9.7
|
8.7
|
7.8
|
75
|
9.9
|
9.0
|
8.0
|
76
|
10.2
|
9.2
|
8.3
|
77
|
10.4
|
9.4
|
8.3
|
78
|
10.6
|
9.5
|
8.5
|
79
|
10.8
|
9.7
|
8.6
|
80
|
11.0
|
9.9
|
8.8
|
81
|
11.2
|
10.1
|
9.0
|
82
|
11.4
|
10.3
|
9.1
|
83
|
11.6
|
10.4
|
9.2
|
84
|
11.8
|
10.6
|
9.4
|
85
|
12.0
|
10.7
|
9.6
|
86
|
12.2
|
11.0
|
9.8
|
87
|
12.4
|
11.1
|
9.9
|
88
|
12.6
|
11.3
|
10.1
|
89
|
12.8
|
11.5
|
10.2
|
90
|
13.1
|
11.8
|
10.5
|
91
|
13.4
|
11.9
|
10.7
|
92
|
13.6
|
12.2
|
10.9
|
93
|
13.8
|
12.4
|
11.0
|
94
|
14.0
|
12.6
|
11.2
|
95
|
14.3
|
12.8
|
11.4
|
96
|
14.5
|
13.1
|
11.6
|
97
|
14.7
|
13.3
|
11.8
|
98
|
15.0
|
13.5
|
12.0
|
99
|
15.3
|
13.7
|
12.3
|
100
|
15.6
|
14.0
|
12.5
|
101
|
15.8
|
14.2
|
12.6
|
102
|
16,1
|
14.5
|
12.9
|
103
|
16.4
|
14.7
|
13.2
|
104
|
16.7
|
15.0
|
13.4
|
105
|
17.0
|
15.3
|
13.6
|
106
|
17.3
|
15.6
|
13.8
|
107
|
17.6
|
15.9
|
14.0
|
108
|
18.0
|
16.2
|
14.4
|
Berat
badan sehat menurut tinggi badan anak usia sekolah dan remaja (6 - 19tahun)
Tinggi
badan (cm)
|
Berat
sehat
|
|||||
Laki-laki
|
perempuan
|
|||||
Gemuk
|
ideal
|
kurus
|
Gemuk
|
ideal
|
kurus
|
|
110
|
-
|
-
|
-
|
20.7
|
18.8
|
16.7
|
112
|
21.7
|
19.7
|
17.7
|
21.7
|
19.8
|
17.6
|
114
|
22.7
|
20.6
|
18.5
|
22.4
|
20.4
|
18.4
|
116
|
23.4
|
21.3
|
19.2
|
23.3
|
21.2
|
19.1
|
118
|
23.3
|
22.1
|
19.1
|
24.2
|
22.0
|
19.8
|
120
|
25.2
|
22.9
|
20.6
|
25.1
|
22.8
|
20.5
|
122
|
26.1
|
23.7
|
21.3
|
26.0
|
23.6
|
21.2
|
124
|
27.0
|
24.5
|
22.1
|
27.0
|
24.5
|
22.1
|
126
|
27.9
|
25.4
|
22.9
|
27.9
|
25.4
|
22.9
|
128
|
29.0
|
26.4
|
23.8
|
29.0
|
26.4
|
23.8
|
130
|
30.0
|
27.3
|
24.6
|
30.1
|
27.4
|
24.7
|
132
|
31.0
|
28.2
|
25.4
|
31.4
|
28.5
|
25.7
|
134
|
32.1
|
29.2
|
26.3
|
32.5
|
29.5
|
26.6
|
136
|
33.2
|
30.2
|
27.2
|
33.7
|
30.6
|
27.5
|
138
|
34.5
|
31.4
|
28.3
|
34.8
|
31.6
|
28.4
|
140
|
35.8
|
32.5
|
29.3
|
36.1
|
32.8
|
29.5
|
142
|
37.1
|
33.7
|
30.3
|
37.4
|
34.0
|
30.6
|
144
|
38.6
|
35.1
|
31.6
|
38.5
|
35.3
|
31.8
|
146
|
39.8
|
36.2
|
32.6
|
40.2
|
36.5
|
32.9
|
148
|
41.1
|
374
|
33.7
|
41.5
|
37.7
|
33.9
|
150
|
42.5
|
38.6
|
34.7
|
42.6
|
38.7
|
34.8
|
152
|
44.0
|
40.0
|
36.0
|
43.8
|
39.7
|
35.8
|
154
|
45.5
|
41.4
|
37.4
|
46.2
|
42.0
|
37.8
|
156
|
47.4
|
43.1
|
38.8
|
48.3
|
43.9
|
39.5
|
158
|
49.2
|
44.7
|
40.2
|
51.0
|
46.4
|
41.8
|
160
|
51.2
|
46.5
|
41.9
|
54.7
|
49.7
|
44.7
|
162
|
53.0
|
48.2
|
43.4
|
58.0
|
52.7
|
47.4
|
164
|
55.2
|
50.3
|
45.2
|
-
|
-
|
-
|
166
|
57.8
|
52.5
|
47.3
|
-
|
-
|
-
|
168
|
60.3
|
54.8
|
49.3
|
-
|
-
|
-
|
170
|
62.7
|
57.0
|
51.3
|
-
|
-
|
-
|
VII.
PENCEGAHAN KKP
Tindakan pencegahan
penyakit KKP bertujuan untuk mengurangi insidensi KKP dan menurunkan angka
kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam pencegahan
KKP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak – anak
Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat bekerja baik
dan memiliki kecerdasan yang cukup.
Perbaikan
status gizi jangka panjang bergantung kepada pemberian makanan sehari – hari
pada anak – anak, yang harus mengandung cukup energy maupun zat – zat esensial.
Persediaan dan kebutuhan bahan makanan juga dipengaruhi berbagai factor
misalnya keadaan ekonomi, social dan politik.
Ada berbagai
macam cara intervensi gizi, masing – masing untuk mengatasi satu atau lebih
dari satu factor dasar penyebab KKP (Austin, 1981), yaitu:
- Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya
persediaan bahan makanan menjadi lebih banyak, yanga sekaligus merupakan
tambahan penghasilan rakyat.
- Penyediaan makanan formula yang mengandung
tinggi protein dan tinggi energy untuk anak – anak yang disapih.
- Memperbaiki infrastuktur pemasaran.
- Subsidi harga bahan makanan. Interfensi
demikian bertujuan untuk membantu mereka yang sangat terbatas
penghasilannya.
- Pemberian makanan suplementer.
- Pendidikan Gizi. Tujuan pendidikan gizi ialah
untuk mengajar rakyat mengubah kebiasaab mereka dalam menanam bahan
makanan dan cara menghidangkan makanan supaya mereka dan anak – anaknya
mendapat makanan yang lebih baik mutunya.
- Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan.
Tujuan
intervensi gizi:
a. Peningkatan
kapasitas kerja manusia
b. Peningkatan
kesejahteraan rakyat
c. Pemerataan
pendapatan yang lebih baik.
VIII.
PENGOBATAN KKP
Pengobatan
KKP dapat dibagi atas pengobatan KKP ringan yang tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit dan dapat diobati secara berobat jalan, dan pengobatan KKP berat
yang memerlukan perawatan berhubung keadaanya yang mengkhawatirkan dan terdapat
berbagai komplikasi yang membahayakan hidup.
Pengobatan KKP – ringan
Bagi mereka
perbaikan akan dicapai dengan mengubah menu makanannya. Sehari – hari mereka harus
dapat 2 – 3 gram protein dan 100 – 150 kkal untuk tiap kg berat badannya.
Sumber protein dan energy cukup diperoleh dari:
- Makan pokok setempat, seperti beras, jagung,
gandum, dsb.
- Suplementasi untuk mencapai jumlah protein
yang di anjurkan dengan bahan makanan yang mengandung banyak protein dan
tidak mahal harganya dan dapat dibeli setempat atau dibagikan Cuma – Cuma
oleh pemerintah melalui Puskesmas atau Posyandu.
- Perubahan menu makanan harus diusahakan
sedemikian hingga dapat diterima oleh ibunya dan tradisi penduduk dimana
anak berada.
Pengobatan KKP – berat
Tujuan
pengobatan KKP berat ialah untuk menurunkan mprtalitas dan memulihkan kesehatan
secepatnya.
Perlu diketahui bahwa penderita KKP – berat sangat
mudah terjangkit penyakit infeksi. Biasanya penderita KKP – berat juga
menderita defisiensi zat gizi lain, seperti stomatitis angularis, xeroftalmia.